Sunday, January 31, 2010

Mampukah kita bersyukur?

(Ini sisi lain yang kudapat dari rangkaian kegiatan workshop UN di SMP N4 Purbalingga kemarin. Disela mendung yang gelap menunggu jatuh, berbaur dengan rasa kantuk yang seakan tak pernah mau tertanggalkan,...sekelumit cerita teman ternyata mampu membuatku tersentak, larut dalam kegalauan yang dalam, bahkan ketika harus kubawa tidur.
Aku ingin sekali berbagi, tentang apa yang kurasakan kemarin,..pada anak-anak yang teramat kukasihi, teman-teman seperjuangan yang selama ini setia menopangku dalam semua kelemahanku. Semoga mampu membawa pencerahan untuk pengabdian kita.)
.....................
Ibu Kanthi,
Terimakasih untuk cerita yang telah anda bagikan pada saya. Tentang anak-anak didik yang tak pernah terbalut baju seragam yang licin,..bahkan ikat pinggang yang tergantikan dengan tali rafia,..menggantung di pinggang yang ditutupi kemeja lusuh dan tak berani dimasukkan karena resleuting yang lepas tak sempat menjahit.
Terimakasih untuk cerita anak-anak didik yang sebagian dari mereka harus tiba disekolah dengan berkeringat, karena berlari mengejar waktu agar tidak terlambat masuk sekolah. Membagi tenaga untuk mengukir masa depan, dengan kewajiban membantu orang tua menderes pohon kelapa, demi terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari, yang sangat jauh dari kemewahan. Bahkan, mereka bercerita, kalau dihitung berapa banyak pohon kelapa yang sudah mereka panjat, mungkin mereka sudah sampai ke sorga,.tempat Tuhan dengan segala kemurahanNya bersemayam. Aku tak habis pikir,..bagaimana mungkin di sekolah mereka bisa berpikir dengan jernih, menikmati hari bersama teman-temannya dengan riang,..kalau mereka pun harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya?
Terimakasih untuk cerita si Sulis,..yang dengan segala keterbatasan fisik dan materinya,..bolos sekolah, berjuang sekuat tenaga untuk membelikan obat bagi kakeknya yang sedang sakit. Dengan uang yang hanya Rp. 12.000, kata neneknya harga obat cuma Rp.10.000, sisanya cukup untuk ongkos naik angkutan pulang pergi, dari rumah ke kota kecamatan. Namun,..lama si Sulis yang ditunggu tak juga datang,..dia sampai rumah dengan nafas yang tersengal, setelah menempuh perjalanan pulang yang lumayan jauh..karena uangnya habis tak tersisa untuk pulang naik angkutan,..semuanya habis untuk membeli obat buat kakeknya...Satu pengorbanan yang tulus, dari keluguan bocah mungil yang tak pernah menikmati masa kecilnya.
Terimakasih untuk cerita tentang anak-anak didik yang terpaksa harus bertelanjang kaki ke sekolah, atau harus memakai sepatu yang kekecilan dengan ujung yang dilubangi agar tidak menjepit jempol kakinya,..atau sepatu bolong yang dilapisi dengan sandal jepit agar telapak kakinya tak langsung menyentuh tanah,..Maka Ibu Kanthi tak kuasa membendung air mata saat dia datang dengan baju, sepatu, dan tas 'lungsuran' yang dia minta dari tetangganya, untuk diberikan bagi anak-anak didik yang teramat dikasihinya. Awalnya aku tak percaya,..hari gini masih ada potret buram demikian?
Ibu,..ceritamu bukan karangan. Ini kondisi real yang tiap hari anda hadapi. Sungguh, aku terinspirasi karenanya. Bagaimana engkau, dan juga teman-teman lain yang mengabdikan dirinya di dunia pendidikan di seluruh pelosok negeri, sesungguhnya adalah guru hebat yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Purbalingga, Purbalingga, Indonesia

Purbalingga from Another Side

Purbalingga from Another Side
Close to The Amazing Purbalingga