Twinning Programme BPGHS Singapore-SMP Negeri 1 Purbalingga:
UPAYA PROMOSIKAN PURBALINGGA DARI SISI YANG BERBEDA
Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Right of Discussion antara Kepala SMP Negeri 1 Purbalingga dengan Principal of Bukit Panjang Government High School Singapore (4 Pebruari 2008), pada tanggal 29 Nopember – 5 Desember 2008 lalu sebanyak 25 (dua puluh lima) siswa dan 4 (empat) orang guru Bukit Panjang Government High School (BPGHS) Singapore mengadakan Kunjungan Belajar Balasan di SMP Negeri 1 Purbalingga dengan kegiatan yang dikemas dalam Twinning Programme.
Kepala SMP Negeri 1 Purbalingga, Drs. Agus Triyanto, M.M.Pd, mengatakan tujuan kegiatan Twinning Programme ini adalah untuk makin mempererat hubungan antara kedua sekolah yang sudah dirintis selama satu tahun terakhir. Lebih jauh ditambahkan, sebagai rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, SMP Negeri 1 Purbalingga menganggap persahabatan dengan Bukit Panjang adalah sebuah aset berharga untuk memantapkan langkah menuju Sekolah Bertaraf Internasional karena BPGHS Singapore adalah satu diantara referensi bagi SMP Negeri 1 Purbalingga untuk menimba pengetahuan tentang pembelajaran bertaraf internasional khususnya pada mata pelajaran MIPA, ICT, dan Bahasa Inggris. Selama ini hubungan para guru mapel kedua sekolah tetap berlangsung melalui surat-surat elektronik dengan saling bertukar informasi terkait dengan model dan metode pembelajaran MIPA di kelas. Berikut petikan kegiatannya:
Sabtu, 29 Nopember 2008
Rombongan Bukit Panjang Government High School Singapore tiba di SMP Negeri 1 Purbalingga. Suasana malam di SMP Negeri 1 Purbalingga yang biasanya senyap, malam itu berubah meriah dan terlihat sedikit lebih megah persiapannya, meski tetap berkesan sederhana, untuk tamu yang sudah lama dinantikan kedatangannya. Tidak ada yang tidak tersenyum ramah malam itu, karena memang inilah yang dikenal masyarakat dunia tentang Indonesia, juga Purbalingga.
Para siswa BPGHS Singapore langsung dipertemukan dengan foster parents dan buddy yang akan menjadi orang terdekat mereka selama di Purbalingga. Wajah lelah karena perjalanan yang panjang (lebih jauh perjalanan dari Solo ke Purbalingga daripada penerbangan Singapura-Solo) berangsur surut dengan teh manis dan kehangatan yang disajikan seluruh warga sekolah.
Minggu, 30 Nopember 2008
Ini kali pertama SMP Negeri 1 Purbalingga menerima tamu dalam jumlah besar dari luar negeri, untuk waktu yang juga agak lama. Maka, suasana ndeso adalah the real experience yang menjadi kebanggaan kami untuk ikut mempromosikan Purbalingga.
Hari ini Twinning Programme mengawali kegiatan pertamanya dengan bercocok tanam di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga. Pukul 09.00 rombongan diterima oleh Kepala Desa Limbasari, Agus Machi, untuk selanjutnya diantar menuju lokasi pertanian milik keluarga Haryanto, S.Pd, seorang warga setempat. Bagi BPan (panggilan untuk siswa BPGHS), menerima penjelasan dari Ketua Kelompok Tani setempat tentang bagaimana padi dibudidayakan, lalu mereka berkesempatan untuk mempraktekkannya langsung, adalah pengalaman nyata yang mampu membukakan mata hati anak-anak muda bagaimana sebutir nasi bisa sampai di meja makan keluarga mereka.
Tak ada yang tidak tertawa ria di sini. Lumpur bukan halangan bagi BPan dan siswa SMP Negeri 1 Purbalingga untuk belajar tentang sisi lain kehidupan yang sesungguhnya, yang bahkan mereka pikirkan sebelumnya pun tidak. Maka, lumpur bisa jadi media mainan yang melepas kepenatan mereka, tertoreh di wajah-wajah innocent generasi penerus bangsa ini. Seperti sebuah iklan detergen, kalau tidak kotor maka tidak belajar. Dan bau lumpur segera luntur saat mereka berendam di sungai, bermain air sepuasnya, tak peduli badan yang sudah menggigil kedinginan. Karena di kampung, maka pisang rebus dan cimplung hangat menjadi santapan yang mampu melupakan lezatnya pizza dan lembutnya coklat kegemaran anak-anak. Lumayan, untuk menghalau lapar dan dingin.
Disamping berlatih tentang bercocok tanam padi, peserta program juga diajak untuk melihat dari dekat bagaimana sebagian masyarakat Limbasari menggantungkan hidupnya dari tairan canthing alias batik tulis. Penuh minat, anak-anak muda mengamati proses demi proses bagaimana selembar kain batik dihasilkan oleh tangan-tangan terampil. Di Singapura, mereka tak akan menemukan suasana desa yang benar-benar memukau seperti ini; bukit, hamparan sawah, udara sejuk, dan gemericik air,...tak akan mereka temukan di belantara beton negeri singa itu.
Senin, 1 Desember 2008
Selama mengadakan kunjungan belajar di SMP Negeri 1 Purbalingga, peserta program diberi kesempatan pula untuk mengikuti proses pembelajaran dalam kelas. Jelas, sangat jauh berbeda proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Purbalingga dengan BPGHS, terutama dalam hal pemanfaatan ICT dan Bahasa Inggris, 2 (dua) hal yang sudah amat advanced kondisinya di Singapura. Untuk dua hal ini pula SMP Negeri 1 Purbalingga harus banyak menimba ilmu dari BPGHS. Namun, sekalipun Singaporean ini menemukan suasana kelas yang sangat berbeda, terlihat mereka sangat menikmati pengalaman baru, terbukti dari catatan kecil yang sempat mereka tinggalkan sebagai kesan, semuanya menyenangkan.
Disamping siswa yang berkesempatan mengikuti pembelajaran di dalam kelas, guru dari BPGHS juga berkesempatan untuk mengadakan Sharing Ideas dengan jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta MKKS SMP se-kabupaten Purbalingga, di Operation Room Komplek Pendopo Dipokusumo Purbalingga.
Usai mengikuti KBM, peserta Twinning Programme mengunjungi industri rambut di Desa Karangbanjar, PT. Royal Korindah, serta PT. Bintang Mas Ceramic. Di tiga lokasi industri ini tampak sekali kekaguman para peserta program ketika mereka mulai belajar, sekalipun Purbalingga ini teramat kecil namun mempunyai banyak hal besar yang sudah mendunia dan akan mereka ceritakan kepada teman dan keluarga mereka di Singapura.
Selasa, 2 Desember 2008
Memasuki hari ke empat Twinning Programme, belum terlihat wajah jenuh, lelah atau homesick dari para peserta program. Siswa yang tinggal bersama foster parents di Karangmoncol, Pengadegan, juga masih terlihat ceria dan bersemangat. Hari ini mereka masih mengikuti KBM di kelas, dan para guru berkesempatan berdiskusi dengan pengurus serta beberapa anggota MGMP Bahasa Indonesia di ruang multimedia SMP Negeri 1 Purbalingga dengan maksud kehadiran guru-guru dari BPGHS Singapore juga membawa manfaat untuk lebih banyak sekolah. Tema yang diangkat dalam kegiatan sharing ini adalah bagaimana pembelajaran Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia mampu mengambil peran dalam menumbuhkan pribadi peserta didik yang cinta tanah air, berwawasan internasional, tetapi tetap memegang teguh kepribadian bangsanya.
Teramati pula, hubungan sosial yang mulai mengental antara peserta program dari BPGHS dan pelajar dari SMP Negeri 1 Purbalingga. Tak hanya dengan buddy yang setiap saat ikut mendampingi kegiatan mereka, dengan teman-teman dari kelas yang lain pun persahabatan anak-anak belia kedua bangsa ini mulai terjalin erat. Akrab, dengan bahasa mereka, mereka menceritakan pengalaman masing-masing yang pasti akan menjadi pengalaman berharga di kelak kemudian hari. Inilah manfaat lain yang mampu kita petik dari kegiatan Twinning Programme, satu dari sekian banyak social skills yang harus diperoleh peserta didik selama menuntut ilmu di bangku sekolah.
Rabu, 3 Desember 2008
Hari ini sudah tidak ada kegiatan KBM lagi untuk para BPan. Waktu yang demikian pendek, tak cukup bagi kami untuk menyuguhkan banyak hal yang dimiliki Purbalingga. Namun, adalah sebuah kebanggaan saat kami membawa peserta program ke desa yang amat terpencil di Kecamatan Rembang, Wanogara Kulon. Ada banyak hal istimewa di sana.
Dalam perjalanan, peserta program sudah mulai membayangkan bahwa apa yang akan mereka pelajari di desa ini nanti pasti tak jauh berbeda dengan kegiatan yang biasa mereka lakukan di Singapura. Ternyata sangkaan itu tidak sepenuhnya benar. Pertama, menjejakkan kaki di Wanogara Kulon, keramahan, kehangatan, dan kekeluargaan yang ditawarkan oleh Kepala Desa, Kuswondo, beserta dengan seluruh warga desa adalah hadiah yang mampu menghilangkan rasa mabuk mereka karena perjalanan menyusuri jalan yang berliku-liku.
Kedua, saat peserta program diantar ke lokasi pembuatan gerabah, seluruh warga dukuh datang menyambut dengan segenap keriaan yang mereka punya. Bak tamu agung, segalanya sudah dipersiapkan untuk memudahkan peserta program belajar sekalipun tetap dengan kebersahajaan mereka sebagai masyarakat desa.
Dan, kesan paling mendalam bagi para peserta program adalah saat mereka diberi kesempatan melihat, lalu mempraktekkan bagaimana gerabah ini dibuat tanpa sentuhan teknologi. Bahan baku yang diambil dari alam, tangan-tangan terampil yang tidak pernah mendapatkan training dan hanya melungsuri ketrampilan para leluhurnya, mampu menghasilkan sebuah karya seni yang amat bersahaja namun menyiratkan banyak makna. Lebih mengharukan lagi saat peserta program mengetahui, berapa rupiah yang akan diterima oleh perajin untuk gerabah yang mereka buat seharian, di sela terik matahari dan kucuran keringat. Sebuah pengalaman luar biasa yang mampu memperkaya batin para muda ini, tentang arti sebuah perjuangan hidup.
Usai berlatih membuat gerabah, peserta program juga melihat Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman. Menyusuri ruang demi ruang yang merekam perjalanan Sang Jenderal Besar, wisata ini juga tak kalah menariknya bagi peserta program dari BPGHS dan siswa SMP Negeri 1 Purbalingga. Bagi Singaporean, mengunjungi tempat bersejarah adalah good habit yang sudah mereka jalani sejak mereka belajar di taman kanak-kanak. Karena pemerintah Singapura memang mewajibkan wisata sejarah sebagai aktivitas yang harus dilakukan oleh segenap pelajar sebagai satu upaya untuk menumbuhkan kecintaan pada negara. Dan pesan Sang Jenderal kita yang sempat mereka rekam adalah ”Jangan Bimbang Dalam Menghadapi Macam-macam Penderitaan, Karena Makin Dekat Cita-Cita Kita Tercapai Makin Berat Penderitaan Yang Harus Kita Alami......” Kegiatan hari ini ditutup dengan kunjungan ke sentra industri logam di LIK (UPT Logam) Purbalingga.
Kamis, 4 Desember 2008
Hari ini Purbalingga ingin kami kenalkan lewat dua kegiatan industri yang sudah teramat lama menjadi kebanggaan Purbalingga: sapu glagah dan nopia asli. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah industri kecil sapu glagah di Desa Mewek Kecamatan Kalimanah, Purbalingga. Di sini, peserta program diberi kesempatan untuk melihat dari dekat dan bahkan praktek langsung bagaimana sapu-sapu yang juga digunakan oleh hampir semua keluarga di Singapura dibuat. Didampingi pemilik industri kecil ini, Rachyono, peserta program dari Singapura bahkan mampu belajar membuat sapu lidi dengan hasil yang amat baik. Sebagai hadiah, sapu ini boleh menjadi kenangan untuk dibawa pulang ke Singapura.
Tempat kedua yang kami kunjungi adalah industri makanan Nopia Asli milik keluarga Mathius. Seperti dalam tayangan Laptop Si Unyil di salah satu stasiun televisi swasta di negeri ini beberapa bulan lalu, peserta program juga boleh mencoba membuat roti kuno yang ternyata masih sangat diminati oleh masyarakat Purbalingga. Menyenangkan, saat melihat peserta program mencicipi, membungkus, dan membawa pulang roti-roti yang mereka buat sendiri. Apalagi saat kepenatan mengikuti rangkaian kegiatan selama beberapa hari itu mampu lebur dalam rinai hujan dan dinginnya air Owabong.
Masih di hari yang sama, melengkapi kegiatan kunjungan belajar di Purbalingga, bertempat di Pendopo Dipokusumo, para siswa kedua sekolah juga menggelar kegiatan Culture Night Presentation. Acara dibuka dengan lenggak-lenggok tari pergaulan dari 3 (tiga) pelajar SMP Negeri 1 Purbalingga yang bulan Maret lalu juga menjadi peserta Program Kunjungan Belajar ke Singapura. Setelah itu gamelan dari pelajar BPGHS mampu memukau penonton. Bahkan, Wakil Bupati Purbalingga yang berkesempatan hadir, menyatakan kekagumannya atas penampilan gamelan dari para BPan. Luar biasa! Orang asing mampu membawakan kesenian kita dengan amat bagusnya.
Gelar budaya malam itu lengkap pula dengan penampilan puisi tradisional dan modern dari BPGHS, kenthongan dan calung yang amat energik dari siswa SMP Negeri 1 Purbalingga, dan akhirnya ditutup dengan penampilan gamelan yang tak kalah memukau dari siswa SMP Negeri 1 Purbalingga.
Jumat, 5 Desember 2008
Pagi terakhir di Purbalingga. Di halaman sekolah, ada isak tangis yang menggema diantara pelukan hangat para sahabat baru, siswa SMP Negeri 1 Purbalingga dan BPGHS. Hari ini kami akan berpisah. Seminggu bersama siswa BPGHS ternyata mampu membuat kami belajar banyak, begitu pula dengan mereka. Purbalingga dengan segala kekayaan dan kerendahan hatinya, akan mereka bawa ke negeri Singapura. Menjadi oleh-oleh paling berkesan dalam lawatan mereka di sini.
Lengkap sudah kenangan yang terekam sepanjang kegiatan Twinning Programme Bukit Panjang Government High School Singapore dan SMP Negeri 1 Purbalingga. Sekalipun teramat sedikit potensi Purbalingga yang telah kami kenalkan untuk para sahabat itu, namun banyak hal yang mampu kita petik dari kegiatan tersebut, tak hanya manfaat material karena pertukaran informasi terkait proses pembelajaran yang memperkaya khasanah kedua sekolah, satu hal tak kalah penting adalah bagaimana kita mampu mengambil peran membantu para pelajar menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab sebagai warga dunia, lewat budaya masing-masing bangsa mampu mempererat persahabatan dan persaudaraan untuk andil dalam menciptakan kedamaian kelak ketika tiba giliran mereka menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Di atas semuanya itu, syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perkenanNya, semua diijinkan terjadi. Terimakasih juga untuk semua pihak yang peduli dan memberikan perhatian dan cintanya pada SMP Negeri 1 Purbalingga. Semoga kita mampu mengambil manfaat untuk kemajuan bersama dan mampu memberi manfaat lebih banyak lagi untuk Purbalingga tercinta. Semoga.
No comments:
Post a Comment