Saturday, February 14, 2009

Our Forests Wait For Your Love

MENARUH HARAP PEMBANGUNAN KONSERVASI HUTAN YANG BERKELANJUTAN

Keberhasilan Bupati Purbalingga, Drs. Triyono Budi Sasongko, M.Si menduduki peringkat Terbaik I Bupati Peduli Kehutanan se- Indonesia tentu sangat membanggakan bagi seluruh masyarakat Purbalingga. Kita semua menginginkan, keberhasilan ini tetap akan berkesinambungan siapa pun orang yang akan memimpin kabupaten ini kelak.
Pemberian penghargaan tersebut tentunya sangat tepat untuk segera disikapi manakala kita sudah telanjur sering mendengar atau membaca kabar tentang isu Global Warning, yang akhir-akhir ini begitu memanas. Berubahnya alur musim dan dampaknya yang membawa kerugian teramat besar bagi biosfir ini, tak boleh kita lihat sebagai bencana di negara atau kabupaten tetangga saja, tetapi hendaknya harus kita maknai sebagai bencana dunia yang menunggu kesigapan sikap dari seluruh warga bumi. Purbalingga, yang telah mendapatkan penghargaan karena upaya dan perhatian pemerintah (Bupati) dalam kegiatan penghijauan, pasti juga mempunyai tanggung jawab yang sama untuk ikut menyelamatkan bumi.
Patutlah kita prihatin atas rusaknya bumi tempat kita gantungkan hidup dan merangkai mimpi tentang masa depan. Sebagai bagian dari ekosistem, kita semua paham bahwa rusaknya satu rantai makanan akan merusak semua tatanan dan daya dukung yang membuat ekosistem itu nyaman dihuni. Dan manusia adalah mahluk yang mempunyai peran paling besar untuk tetap mempertahankan daya dukung itu, atau sebaliknya, menghancurkannya, yang sama artinya dengan awal dibukanya pintu bencana.
Lalu, apa hubungan kita dengan pemanasan global? Apa pula arti kata yang bulan-bulan terakhir ini banyak disebut dan bahkan menjadi agenda prioritas dalam pertemuan APEC? Pemanasan global bisa dijelaskan sebagai tingginya konsentrasi gas CO2 di udara sehingga menyebabkan akumulasi panas di atmosfir. Akumulasi panas ini (tingginya temperatur) amat terkait dengan cuaca, sehingga akan menyebabkan terjadinya perubahan cuaca yang sangat ekstrim dan berdampak bagi kehidupan ekosistem di bumi.
Seperti kita ketahui, meningkatnya aktivitas manusia sejalan dengan perkembangan dunia industri telah meningkatkan emisi karbon dioksida serta gas rumah kaca lainnya untuk memerangkap radiasi sinar matahari sehingga terjadi pemanasan global. Kemudahan yang dicapai dalam bidang transportasi, misalnya kendaraan pribadi, ternyata merupakan penyumbang terbesar CO2 di bidang transportasi. Dijelaskan, 5 liter bensin yang digunakan oleh kendaraan pribadi akan melepas 15 kilogram CO2 di udara. Bayangkan, seandainya pertumbuhan dan pemilikan kendaraan pribadi tak bisa dibendung lagi karena meningkatnya kebutuhan dan status sosial seseorang tanpa pernah ada tindakan untuk mengurangi emisi CO2 tersebut?
Belum lagi lajunya emisi CO2 karena aktivitas lain seperti industri, penggunaan bahan bakar fosil, (asap tak bermanfaat yang dihasilkan oleh jutaan perokok?),….. Satu lagi predikat yang kita terima (sekalipun banyak pihak yang mempertanyakan dasarnya), Indonesia katanya menduduki peringkat 3 dunia (setelah Brazil dan China) dalam menyumbang gas emisi CO2 yang dikatakan sebagai biang kerok bagi pemanasan global. Ini adalah sebuah berita yang teramat menyakitkan untuk kita dengar. Lepas dari benar atau tidaknya pendapat tersebut, tetapi yang jelas memang hutan kita sudah sangat parah sakitnya, dan butuh waktu paling cepat 25 (dua puluh lima) tahun untuk menyembuhkannya.
Dan Indonesia adalah sebuah kawasan dari Sabang sampai Merauke, bukan hanya Kalimantan, Sulawesi, atau Riau saja yang sering menerima hujatan karena terbakarnya sebagian hutannya. Indonesia adalah juga Purbalingga. Oleh karenanya, tanggung jawab itu pun, kita pula ikut memikulnya.
Setelah dampak pemanasan global itu menyentuh kehidupan manusia secara langsung dan membawa kerugian material yang tidak sedikit, berbagai upaya terus dilakukan untuk mengembalikan keramahan bumi yang terenggut. Duit yang tidak sedikit dikucurkan untuk kegiatan reforestry, bahkan beberapa negara maju pun ikut peduli untuk memperbaiki hutan kita. Para ahli mulai berpikir untuk menciptakan teknologi yang mampu mendinginkan bumi, kampanye-kampanye dan kegiatan fisik menanam pohon, kini makin digalakkan. Semuanya terkuras energi dan perhatiannya, karena kerusakan ini memang sudah di depan mata, tak ada lagi waktu untuk menunda recovery-nya.
Namun, satu hal tidak boleh kita lupa. Pembangunan fisik tak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Karena umur kita pendek, dan sesuatu yang physically tak pernah bertahan lama. Ketika hutan sudah mampu kita tanam, ijo royo-royo, tapi mental untuk melestarikannya tak pernah terbangun, pekerjaan ini hanya sebuah kesia-siaan belaka. Mengapa? Karena ketika waktunya tiba dimana batang-batang pohon itu memancarkan aura rupiah, tangan-tangan, pikiran-pikiran setan pun, akan terburu-buru menebang dan menukarnya dengan uang. Apa yang tersisa?
Lalu apa upaya kita sehingga semua itu tidak akan terjadi? Maka pembangunan yang berkelanjutan perlu untuk juga dipikirkan. Salah satu caranya adalah membangun mental dan karakter generasi muda sehingga mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Sepuluh, dua puluh tahun yang akan datang kelompok umur ini yang akan melanjutkan keberlangsungan bangsa kita. Kalau sekarang mereka mulai dikenalkan pada kegiatan upaya pelestarian, pada saatnya mereka juga akan menuai manfaatnya.
Bagaimana pula dengan generasi penerus yang sekarang masih duduk di TK, SD, atau bangku SMP? Tidakkah mereka perlu untuk mendapat bocoran isu tentang pemanasan global? Saat inilah, dunia pendidikan dan segenap komponen masyarakat mempunyai peran nyata untuk membangun karakter dan mental generasi yang peduli. Ketika fisik mereka belum lagi kuat mengangkat cangkul, membuat lubang untuk menanam pohon, bukankah lebih bermanfaat kalau kita menyemai benih kepedulian itu di dalam jiwa mereka?
Oleh karena itu, setiap warga masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengkampanyekan pentingnya kita hidup berdampingan dengan hutan dan tanaman pada umumnya, dimanapun kesempatan itu ada. Mengapa kegiatan pelestarian hutan harus terus digalakkan, apa yang akan terjadi apabila upaya konservasi itu tak pernah kita pikir dan kerjakan, bahkan memimpikannya pun tidak.
Demikian pula dengan instansi pemerintah yang sangat terkait dengan dunia perkebunan dan kehutanan pun wajib untuk memberikan informasi dengan cara tergamblang yang mudah diterima masyarakat tentang apa itu pemanasan global, peran apa yang dapat diambil oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menyumbang perbaikan. Duduk satu meja dengan para pengambil kebijakan di dunia pendidikan dan praktisi untuk merumuskan cara yang tepat memasukkan upaya konservasi hutan sebagai bagian dari KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), memadukan program yang sudah dirumuskan sehingga dunia pendidikan pun dapat mengambil peran untuk mendukungnya.
Bukan hal yang perlu ditabukan apabila dinas yang membidangi kehutanan pun mulai (atau sudah?) menyusun program peduli hutan untuk “konsumsi” anak-anak usia sekolah, memberikan penyuluhan untuk para tenaga pendidik sehingga mereka bisa menularkannya kepada siswa didiknya, memberikan tayangan-tayangan edukatif tentang arti pentingnya pelestarian hutan, data-data (berupa angka atau gambar-gambar) dan prediksi ilmiah yang bisa dibaca anak-anak apabila kita tidak mampu bersahabat dengan hutan, dan masih banyak lagi kegiatan yang bisa dirumuskan dan direalisasikan. Perhitungan kita, pasukan terbanyak dan potensi usia produktif untuk terlibat dalam usaha pelestarian adalah anak-anak sekolah, dunia pendidikan. Bisa dibayangkan, apabila komunitas ini tak pernah mendapatkan sentuhan, bagaimana mungkin kita berharap upaya pelestarian ini akan berkelanjutan?
Kita juga masih punya pasukan yang perlu diberi pembekalan. Seluruh organisasi kemasyarakatan, pondok pesantren, persekutuan kaum muda gereja, ibu-ibu PKK, dan diri kita sendiri yang mengaku sebagai komunitas masyarakat berpendidikan. Indah sekali kalau semua warga mempunyai visi dan misi yang sama untuk menyelamatkan dan terbeban melestarikan hutan.Ya, bencana ini hampir merenggut nyawa seluruh penghuni bumi. Masihkah kita tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa? Semoga tidak.(yo)

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Purbalingga, Purbalingga, Indonesia

Purbalingga from Another Side

Purbalingga from Another Side
Close to The Amazing Purbalingga